Helman – Deteksi News
Sumenep ( deteksi.id ) – Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Desa Langsar, Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep, pada Tahun 2019 menuai protes dari penerima bantuan lantaran diduga disunat oleh oknum yang tidak jelas statusnya.
Pasalnya, sebanyak 20 warga penerima bantuan Program BSPS tersebut kategori Peningkatan Kualitas Rumah Swadaya (PKRS) senilai Rp 17,5 juta itu realisasinya tidak jelas, mekanisme dan proses pencairan dananya dipertanyakan oleh Kelompok Penerima Bantuan (KPB).
Seperti disampaikan oleh salah seorang dari 20 penerima bantuan berinisial P (39) melalui suaminya berinisial AS (42), saat ditemui oleh Deteksi News bersama dua jurnalis media lainnya pada Selasa (3/03/2020) lalu, mengatakan merasa dikibuli dan dibohongi oleh oknum yang tidak jelas statusnya yang diketuai berinisial S Alias D.
“Jadi, saat dikumpulkan sekitar bulan 7 itu (Juli 2019, red) setelah disurvei ke sini, istri saya katanya mendapatkan bantuan Rp 17.500.000. Rp 2,5 juta untuk upah tukang, Rp 15 juta untuk bahan bangunan,” ujar AS didampingi istrinya. Selasa (3/3).
Diakuinya, selama proses pembangunan Rumahnya yang mendapat bantuan BSPS tersebut pengiriman material bangunannya tersendat-sendat. Akhirnya AS berdasarkan petunjuk Oknum D untuk dikerjakan dulu bangunannya sampai selesai dengan janji si D akan melunasi sisa anggaran dari jumlah bantuan tersebut.
“Namun, ternyata sejak pembangunan rumah dari program BSPS tahun 2019 selesai di bulan Desember lalu hingga awal Maret 2020 ini, kami belum juga mendapatkan kejelasan atas realisasi bantuan senilai Rp 17,5 juta dari pak D,” ungkapnya..
Selain tidak pernah mengetahui berapa jumlah dana BSPS yang sudah dibelanjakan bahan bangunan ke toko yang ditunjuk, AS menghitung berdasarkan bahan bangunan yang dikirim ke rumahnya tidak sampai senilai Rp 15 juta.
Kecuali untuk upah tukang, kata AS tidak ada masalah. Hal ini juga diakui P, sang istri yang tanda tangan untuk pencairan upah tukang sebanyak dua kali dengan nominal masing-masing Rp 1.250.000 ribu.
“Nyatanya sampai saat ini bahan yang kami terima hingga mendapatkan plang (label BSPS, red), tidak ada nota atau penyelesaian sisa dana sesuai dengan nominal bantuan,” keluh AS dan P.
Hingga pembangunan selesai, P selaku salah satu penerima BSPS di Desa Langsar hanya mendapatkan sejumlah bahan bangunan yang dikirim tidak bersamaan. Yang jika dijumlah, totalnya hanya bernilai sekitar Rp 7.315.000.
“Kita dapat Batu Putih 1 dam seharga 2 juta, Sirtu 5 pick up seharga 900 ribu, Semen 20 sak seharga 1 juta, Pasir Hitam 1/3 pick up seharga 100 ribu, besi ukuran 10 Cm seharga 75 ribu, dan kusen 3 seharga 1,9 juta,” jelas AS.
Karena datangnya bahan tidak lancar, akhirnya AS mengeluh pada Heri, yang diketahui sebagai pendamping program BSPS karena sering datang ke rumahnya melakukan survei dan melihat progres pembangunan.
Berdasarkan petunjuk Heri, akhirnya AS meminta sejumlah bahan bangunan yang dibutuhkannya secara langsung ke toko yang selama ini diketahui mengirim bahan bangunan kepada 20 penerima BSPS di Desa Langsar.
“Yang saya minta ke toko ada Sirtu 2 seharga 340 ribu, Semen 20 sak seharga 1 juta, dan Lesplang sampai pembangunan selesai gak dikasih,” jelas AS.
Dari semua bahan itulah, jika ditotal mencapai angka Rp 7.315.000 ribu. Sedangkan jika menghitung bahan bangunan yang dikirim toko tanpa permintaan P secara langsung ke toko, hanya berjumlah Rp 5.975.000 ribu.
“Minta nota sama toko disuruh minta sama si pelaksana, S alias D, sementara ketika minta ke Pak D cuma janji besok-besok, tapi sampai selesai pembangunan gak ada,” keluh AS.
Ternyata polemik bantuan BSPS di Desa Langsar itu tak hanya dikeluhkan P dan suaminya, AS. Hal yang sama juga diungkapkan S (65) suami dari penerima AT (55), dan M (53).
“Sama, saya juga cuma menerima beberapa bahan yang kalau dijumlah tidak akan sampai Rp 15 juta. Bahkan tidak akan sampai Rp 10 juta. Datangnya juga tidak jelas,” terang S.
Begitu pula yang dialami M. Meski mendapatkan bahan yang berbeda, tapi ia menaksir bahan bangunan yang diterimanya juga tidak senilai nominal bantuan yang seharusnya. “Ya samalah seperti punya P, tidak sampai Rp 10 juta,” ujarnya
Bahkan menurut AS, persoalan BSPS itu sudah pernah dimediasi oleh Pemerintah Desa (Pemdes) Langsar dengan mempertemukan para penerima bantuan dengan S alias D yang diketahui sebagai orang yang bertanggung jawab atas program BSPS di Desa Langsar.
Namun, dalam pertemuan di rumah Kades Langsar, Didik Supriyono, pada Senin (17/02/2020) malam waktu itu, D tetap tidak mau merinci pengeluaran bantuan yang sudah direalisasikan dalam bentuk bahan bangunan kepada para penerima program BSPS.
“Pak D ini cuma janji selesaikan dulu, nanti kekurangan dari Rp 15 juta akan dikasih sama penerima. Tapi setelah selesai ini tidak dipenuhi, suruh tunggu-tunggu saja,” terang AS yang dibenarkan P, S dan M.
Padahal, saat mediasi dilakukan oleh Kades bersama Sekretaris Desa bulan lalu, kata AS, itu sudah lama dari batas waktu pembangunan, yakni pada bulan Desember 2019. Namun, D tetap tidak mau merinci berapa jumlah dana yang telah dibelanjakan untuk masing-masing penerima.
“Permintaan penerima sederhana. Kami hanya ingin Pak D penuhi nominal bantuan ini sesuai janji,” kata P, S, dan M.
Guna mendapatkan informasi yang utuh dan berimbang, media Deteksi News bersama dua jurnalis dari media lainnya mendatangi rumah S alias D. Naamun sayang, yang bersangkutan tidak ada di rumah.
Menurut keterangan seorang laki-laki yang mengaku sebagai pakerjanya, D sedang keluar. Setelah dihubungi oleh si pekerja, D mengaku sedang rapat di Kota.
Tak cukup sampai di situ, keesokan harinya Media Deteksi News langsung menghubungi nomor telepon seluler D. Lagi-lagi sayang, yang mengangkat teleponnya malah istrinya.
“Orangnya tidak ada, Mas. HP-nya dicas karena drop. Orangnya lagi jalan sama temannya,” jelas suara perempuan yang mangaku istri si D. Rabu (4/03/2020) sore.
Sementara saat didesak D pergi kemana, sang istri mengaku tidak tahu. “Diajak sama temannya. Tidak tahu kemana. Temannya yang jemput. HP-nya drop, jadi dicas,” jelas istri D.
Karena tak berhasil konfirmasi S alias D, akhirnya media ini langsung meminta keterangan kepada Heri, selaku pendamping program BSPS di Desa Langsar guna mengetahui status S alias D.
Menurut Heri, saat ia mau survei ke bawah pihaknya mendatangi Pemdes Langsar. Kemudian oleh Sekdes Langsar, Ady Jandra yang saat itu menjabat Pj Kades, Heri disuruh ke Pak D untuk mengantarnya melakukan pendataan para penerima program BSPS. “Ya untuk pendataan itu ke desa saya ya sama D. Ya gitu, Mas,” terang Heri, Rabu (4/03/2020) sore.
Sementara saat ditanya apakah D merupakan salah satu dari 20 penerima BSPS di Desa Langsar sehingga bisa mengkoordinir KPB, Heri menegaskan D bukan salah satu penerima. “Tidak, kalau Pak D,” jelasnya pula.
Begitupula saat ditanya tentang penuturan warga penerima yang mengaku tidak pernah tahu soal rekening untuk pencairan BSPS, Heri menyatakan semuanya sudah sesuai prosedur. “Ah..kalau itu prosedurnya sama, Mas,” tegasnya.
Bahkan saat disoal para penerima yang tak mendapatkan nota belanja bahan dari toko yang ditunjuk, Heri menyatakan notanya ada di toko. “Di toko, Mas (notanya, red),” ujar Heri.
Namun, saat didesak bagaimana para penerima bisa tahu realisasi dana yang dibelanjakan sementara toko dan D tidak mau memberikan nota, Heri langsung mengajak untuk bertemu di Langsar.
.”Gini saja, Mas, sampean di mana. Kita ketemuan saja di Langsar,” ajak Heri, seraya menutup telponnya.
Selama Menjabat Bupati Beltim Berharap Bisa Mewujudkan Pemerintahan Yang Bersih
Keluhan Masyarakat Akhirnya Direspon Oleh PDAM
Meski Era Pandemi, Disparbudpora Sumenep Targetkan PAD Pariwisata Naik 15 Persen
Mobil Siaga Kayumas Mengangkut Kayu Sonokeling Yang Diduga Illegal
Hari Pertama Kerja, Upaya Nyata Bupati Sumenep Kembalikan Kesakralan Keraton
2018 Powered By Deteksi.id Design By ECom Studio